Thursday, 31 March 2011

SOCIAL COMPUTING DAN PERPUSTAKAAN DIGITAL




Istilah social computing merujuk ke penggunaan komputer secara meluas oleh berbagai lapisan masyarakat untuk saling berhubungan, menciptakan jaringan sosial (social network), mengandalkan perangkat yang mudah diperoleh dan mudah dioperasikan. Arti atau makna social computing lebih luas dari Web 2.0 atau Internet 2.0 sebab kedua istilah terakhir ini lebih merupakan versi terakhir dalam perubahan teknologi Internet, sementara social computing dapat dipakai untuk trend perubahan itu sendiri. Termasuk dalam trend ini adalah segala yang terjadi saat ini, berupa blogs, podcasts, wikis, situs lelang barang (auction web sites), online games, VoIP dan peer-to-peer services – semuanya memanfaatkan fasilitas koneksi global Internet menghubungkan orang dan isi informasi (content).
Menurut Pascu dan kawan-kawan (2008), salah satu ciri khas aplikasi-aplikasi social computing adalah semakin kuatnya keterlibatan pengguna akhir (end-users) dalam proses produksi informasi, pengetahuan, dan inovasi. Jika sebelumnya ada pemisahan yang jelas antara “produsen” dan “konsumen” informasi, maka kini pemisahan itu semakin mengabur. Pemikir masyarakat informasi, Alvin Toffler, menengarai gejala ini 20 tahun yang silam ketika ia menggunakan istilah prosumer dalam industri informasi. Dalam social computing, pengguna atau konsumen adalah sekaligus pemasok isi (content). Aplikasi-aplikasi social computing seperti blogs, podcast, wikipedia, YouTube, dan sebagainya, memudahkan orang saling betukar dan saling memakai tulisan, audiovisual, dan alamat kontak. Keadaan ini langsung mengubah total hubungan antara “produsen” dan “konsumen” dalam konstalasi industri media.
Hal lain yang harus juga segera disimak adalah peran pengguna atau konsumen dalam mendukung distribusi isi dan jasa informasi. Pada sebuah peer-to-peer networks dan wifi sharing, pengguna atau konsumen sebenarnya berperan sebagai bagian dari “transportasi” isi dan jasa tersebut; mereka ikut menjadi distributor dari sebuah isi informasi. Bahkan di eBay, si pengguna adalah tukan ngepak dan ngirim barang juga :-) . Tambahan lagi, seorang pengguna atau konsumen juga memainkan peran penting dalam menemukan, memilih, dan menyaring isi dan jasa informasi. Berbagai search engine sudah lama memanfaatkan kenyataan ini dengan berupaya menggalang penilaian oleh masyarakat tentang seberapa dibutuhkannya sebuah situs. Situs-situs wiki juga bergantung pada masyarakat untuk mengevaluasi dan memilih kualitas isinya. Demikian pula teknologi tagging sudah semakin sering dijadikan cara berbagi selera (taste-sharing) antar anggota masyarakat.
Fenomena ini meluas ke segala pelosok dunia, menerobos batas-batas budaya. Tidaklah heran jika para akademisi dan pihak industri sekarang sedang bahu-membahu mengamati dan mencari-tahu lebih banyak, apa yang sesungguhnya terjadi di Internet ini. Dalam situs mereka (http://www.asis.org/Conferences/SCS08/SCS08.html) American Society for Information Science and Technology (ASIS&T) memakai istilah social software and computing sebagai penggerak teknologi Web 2.0. Mereka juga menggunakan istilah social networking services (jasa berbasis jaringan sosial) yang melahirkan ciri-ciri baru dalam hal privacy, identitas dan manajemen hubungan antar manusia. Mereka percaya bahwa teknologi browser dan mobile devices akan melahirkan apa yang mereka sebut “kehadiran dan konektivitas tanpa batas” (ubiquitous connectivity and presence) yang akan mengubah total konsep sosial-budaya dan bisnis di seluruh dunia.
Secara khusus, di dunia akademik sebenarnya juga sudah ada semacam konsentrasi penelitian yang disebut social informatics, yaitu:
"The interdisciplinary study of the design, uses and consequences of information technologies that takes into account their interaction with institutional and cultural contexts. [baca selengkapnya di : http://www.dlib.org/dlib/january99/kling/01kling.html]."
Salah satu situs pendukung studi khusus ini [http://rkcsi.indiana.edu/index.php/about-social-informatics] menjelaskan lebih lanjut bahwa Social Informatics (SI) merupakan sekumpulan penelitian dan studi yang mempelajari aspek-aspek sosial dari komputerisasi termasuk peran teknologi informasi dalam perubahan sosial dan organisasi. Penelitian-penelitian SI juga berkonsentrasi pada bagaimana pemanfaatan teknologi informasi dipengaruhi oleh nilai dan praktik-praktik sosial-budaya di sebuah masyarakat. Di dalam kajian-kajian SI terdapat cabang-cabang khusus seperti dampak sosial dari penerapan komputer (social impacts of computing), analisis sosial terhadap komputerisasi (social analysis of computing), kajian-kajian komunikasi berperantaraan komputer (computer-mediate communication alias CMC), kebijakan informasi, informatika organisasi (organizational informatics), informatika interpretif (interpretive informatics), dan sebagainya.
Di dunia perpustakaan dan informasi, social computing dan social informatics jelas sekali memengaruhi pemikiran dan praktik dalam Perpustakaan Digital (digital libraries), khususnya dalam hal peran “orang ketiga” di antara produsen dan konsumen informasi. Model-model Perpustakaan Digital, misalnya sebagaimana yang terlihat di Model OAIS, jelas sekali berupaya menegaskan peran-peran baru yang dapat dimainkan “orang ketiga” ini. Di dalam kondisi “tradisional” ketika format informasi didominasi oleh barang-barang tercetak, peran pustakawan dan profesi informasi jelas sekali berada di antara produsen dan konsumen. Saat ini, dalam kondisi social computing yang sudah melebur batas antara produsen dan konsumen informasi, peran pustakawan dan profesi informasi itu perlu ditinjau kembali. Jika dahulu timbul kesan bahwa pustakawan dan profesional informasi condong ke konsumen, maka sekarang kesan itu harus disesuaikan dengan kenyataan bahwa si konsumen dapat juga sekaligus berperan sebagai produsen.
Dalam keadaan seperti itu, mungkin saja “orang ketiga” tidak lagi diperlukan sebagai “perantara” melainkan lebih sebagai “penengah”. Artinya, pustakawan bukan lagi pihak yang berada di antara produsen dan pengguna informasi dalam posisi yang jelas, melainkan sebagai bagian dari hubungan keduanya: menjadi pihak yang terus menerus memperlancar hubungan antara keduanya, atau bahkan sesekali menjadi salah satunya. Seorang pustakawan akhirnya juga menjadi produsen dan konsumen informasi. Posisi ini, tentu saja, menjadi amat sangat menantang!
Bacaan:
Pascu, C., et al. (2008), “Social computing: implications for the EU innovation landscape” dalam Foresight : the Journal of Futures Studies, Strategic Thinking and Policy. Vol. 10 no. 1; hal. 37-52
Source

DEFINISI MACAM-MACAM PERPUSTAKAAN


Pada dasarnya, perpustakaan terbagi atas 5 jenis umum, yaitu : perpustakaan umum, khusus, sekolah, perguruan tinggi dan nasional. Dari kelima jenis perpustakaan tersebut, masing-masing memiliki fungsi dan tujuannya tersendiri. Dan untuk memahami hal tersebut, ada baiknya kita mengetahui definisi dari masing-masing perpustakaan tersebut terlebih dahulu.
  1. Perpustakaan Umum
    Perpustakaan umum merupakan perpustakaan yang bertugas mengumpulkan, menyimpan, mengatur dan menyajikan bahan pustakanya untuk masyarakat umum. Perpustakaan umum diselenggarakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa memandang latar belakang pendidikan, agama, adat istiadat, umur, jenis dan lain sebagainya, maka koleksi perpustakaan Umum pun terdiri dari beraneka ragam bidang dan pokok masalah sesuai dengan kebutuhan informasi dari pemakainya.
  2. Perpustakaan Khusus
    Perpustakaan khusus adalah salah satu jenis perpustakaan yang dibentuk oleh lembaga (pemerintah/swasta) atau perusahaan atau asosiasi yang menangani atau mempunyai misi bidang tertentu dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan pustaka/informasi di lingkungannya dalam rangka mendukung pengembangan dan peningkatan lembaga maupun kemampuan sumber daya manusia.
  3. Perpustakaan Sekolah
    Perpustakaan sekolah adalah perpustakaan yang tergabung pada sebuah sekolah dikelola sepenuhnya oleh sekolah yang bersangkutan, dengan tujuan utama untuk membantu sekolah untuk mencapai tujuan khusus sekolah dan tujuan pendidikan pada umumnya.
  4. Perpustakaan Perguruan Tinggi
    Perpustakaan perguruan tinggi ialah perpustakaan yang terdapat pada perguruan tinggi, badan bawahannya, maupun lembaga yang berafiliasi dengan perguruan tinggi, dengan tujuan utama membantu perguruan tinggi mencapai tujuannnya.
  5. Perpustakaan Nasional
    Hingga sekarang, belum ada kesepakatan bersama mengenai apa itu definisi perpustakaan nasional, hanya saja ada kesepakatan mengenai fungsinya, yaitu:
    • Menyimpan setiap pustaka yang diterbitkan di sebuah negara.
    • Mengumpulkan atau memilih bahan pustaka terbitan lain mengenai negara yang bersangkutan.
    • Menyusun bibliografi nasional artinya daftar buku yang diterbitkan di sebuah negara.
    • Menjadi pusat informasi negara yang bersangkutan.
    • Pusat antar pinjam perpustakaan di negara yang bersangkutan serta antara negara yang bersangkutan dengan negara lain.
Selain kelima jenis perpustakaan tersebut, terdapat lagi dua jenis perpustakaan yang sedang booming pada saat ini, yaitu perpustakaan digital dan hibrida.
  1. Perpustakaan Digital
    Perpustakaan digital adalah perpustakaan dimana seluruh koleksinya sudah berbentuk digital. sementara menurut Digital Library Federation di Amerika Serikat memberikan definisi perpustakaan digital sebagai organisasi-organisasi yang menyediakan sumber-sumber, termasuk staff dengan keahlian khusus, untuk menyeleksi, menyusun, menginterpretasi, memberikan akses intelektual, mendistribusikan, melestarikan, dan menjamin keberadaan koleksi karya-karya digital sepanjang waktu sehingga koleksi tersebut dapat digunakan oleh komunitas masyarakat tertentu atau masyarakat terpilih, secara ekonomis dan mudah. Berdasarkan International Conference of Digital Library 2004,konsep Perpustakaan digital adalah sebagai perpustakaan elektronik yang informasinya didapat, disimpan, dan diperoleh kembali melalui format digital. Perpustakaan digital merupakan kelompok workstations yang saling berkaitan dan terhubung dengan jaringan (networks) berkecepatan tinggi. Perpustakaan digital ini banyak dikembangkan oleh perpustakaan-perpustakaan Universitas di Amerika Serikat.
  2. Perpustakaan Hibrida
    Perpustakaan hibrida adalah perpustakaan dimana koleksinya terdiri dari koleksi cetak dan juga koleksi elektronik. Sementara teknologi yang digunakan sebagai pendukung dalam aktivitas perpustakaan seperti temu kembali informasi. Proyek perpustakaan hibrida ini terutama banyak dikembangkan oleh perpustakaan-perpustakaan universitas di Inggris. Perbedaan yang mendasar antara perpustakaan digital dan perpustakaan hibrida adalah tentunya jenis koleksinya, dimana perpustakaan digital seluruh koleksinya berbentuk digital sementara koleksi untuk perpustakaan hibrida ada 2 jenis yaitu cetak dan elektronik. Selain itu, perpustakaan digital tidak memerlukan sebuah bangunan (gedung) untuk koleksinya, karena user hanya tidak mengakses saja lewat internet, sementara perpustakaan hibrida masih memerlukan sebuah gedung untuk menempatkan koleksinya. Tentunya perpustakaan hibrida ini membutuhkan pustakawan atau ahli informasi untuk membantu para penggunanya sementara perpustakaan digital tidak membutuhkan pustakawan karena memang sifatnya yang seperti itu.
Source

APAKAH ITU ILMU PERPUSTAKAAN?




Apakah itu Ilmu Perpustakaan? Mungkin banyak orang yang menjawab bahwa itu adalah sebuah ilmu yang mempelajari semua hal yang berkaitan tentang perpustakaan. Jawaban tersebut tidak salah, tetapi pengetahuan yang diajarkan dalam Ilmu Perpustakaan tidak sesempit itu, yang hanya selalu belajar tentang keperpustakaanan, didalamnya kita juga akan mengenal tentang administrasi lembaga informasi, teknologi pengelolaan informasi, dan lain-lain.
Menurut The American Heritage® Dictionary of the English Language, library science is The principles, practice, or study of library administration. Sementara itu, di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Ilmu Perpustakaan berarti pengetahuan dan keahlian mengenai administrasi perpustakaan berikut koleksinya, ekonomi perpustakaan, dan bibliografi. Jadi, Ilmu Perpustakaan diajarkan didalamnya bagaimana tidak hanya menata koleksi buku-buku dalam perpustakaan, tetapi juga mengatur administrasi perpustakaan dan menjadikan perpustakaan sebuah usaha dalam perekonomian.
Selanjutnya, salah satu definisi tentang Ilmu Perpustakaan dan Informasi datang dari Richard E. Rubin, yang menyatakan bahwa pengertian antara Ilmu Perpustakaan dan Ilmu Informasi tidak dapat dipisahkan karena keduanya memiliki landasan yang sama, yaitu keinginan untuk mempelajari bagaimana agar informasi dapat diperoleh dan digunakan oleh manusia. Berdasarkan pendapatnya tersebut, Rubin beranggapan bahwa motivasi yang mendorong terciptanya Ilmu Informasi banyak memiliki kesamaan dengan tujuan perpustakaan dan kepustakawanan yang sudah lahir sebelumnya.
Setelah mendapatkan kesimpulan dari pendapatnya tersebut, Rubin mencoba untuk meng-klasifikasi topik penting dalam Ilmu Informasi dan Ilmu Perpustakaan yang dianggapnya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Topik penting tersebut diantaranya, yaitu:
  1. Penyelidikan tentang kebutuhan, pencarian, penggunaan, dan pengguna informasi
  2. Penyimpanan dan penemuan-kembali informasi
  3. Hakikat informasi, makna, dan nilainya
  4. Bibliometrika dan analisisitas
  5. Manajemen dan isu-isu administratif dalam pengelolaan perpustakaan
Definisi dan penjelasan tentang topik penting yang diungkapkan oleh Rubin di atas memperlihatkan paradigma bahwa Ilmu Informasi hanyalah sebuah kelanjutan dari Ilmu Perpustakaan ketika komputerisasi sudah mulai dipergunakan di dalam sebuah perpustakaan. Paradigma seperti ini sebenarnya terlalu meminimalisasikan masalah, walaupun dengan hal ini kita dipermudahkan untuk mengetahui hubungan antara Ilmu Perpustakaan dan Ilmu Informasi. Dalam perkembangannya, kita akan melihat bahwa Ilmu Informasi tidak hanya berkaitan dengan keperpustakaanan, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh penggunaan komputer dalam prakteknya.

Wednesday, 30 March 2011

KODE ETIK PUSTAKAWAN



Pustakawan adalah seorang yang kerkarya secara profesional dibidang perpustakaan dan dokumentasi, yang sadar pentingnya sosialisasi profesi Pustakawan kepada masyarakat luas, dan perlu menyusun kode etika sebagai pedoman kerja.
Di alam keterbukaan informasi, perlu akses informasi bagi kepentingan masyarakat luas. Pustakawan ikut melaksanakan kelancaran arus informasi dan pemikiran yang bertanggung jawab bagi keperluan generasi sekarang dan yang akan datang. Pustakawan berperan aktif melakukan tugas sebagai pembawa perubahan dan meningkatkan kecerdasan masyarakat untuk mengantisifasi perkembangan dan perubahan di masa depan.
Prinsip yang tertuang dalam Kode Etik ini merupakan kaidah Pustakawan umum Pustakawan Indonesia
BAB I
KEWAJIBAN PUSTAKWAN

1. Kewajiban Kepada Bangsa dan Negara
Pustakawan menjaga martabat dan moral serta mengutamakan
pengabdian dan tanggung jawab kepada instansi tempat bekerja, Bangsa
dan Negara
2. Kewajiban Kepada Masyarakat
a. Pustakawan melaksanakan pelayanan perpustakaan dan informasi
kepada setiap pengguna secara cepat, tepat dan akurat sesuai dengan
prosedur pelayanan perpustakaan, santun dan tulus
b. Pustakawan melindungi kerahasian dan privasi menyangkut informasi
yang ditemui atau dicari dan bahan pustaka yang diperiksa atau
dipinjam pengguna perpustakaan
c. Pustakawan ikut ambil bagian dalam kegitan yang diselenggrakan
masyarakat dan lingkungan tempat bekerja, terutama yang berkaitan
dengan pendidikan, usha sosial dan kebudayaan.
d. Pustakawan berusaha menciptakan citra perpustakaan yang baik di
mata masyarakat.
3. Kewajiban Kepada Profesi
a. Pustakawan melaksanakan Anggrana Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Ikatan Pustakawan Indonesia dan Kode Etik Pustakawan
Indoesia.
b. Pustakawan memegang prinsip kebebasan intelektual dan menjauhkan
diri dari usaha sensor sumber bahan perpustakaan dan informasi
c. Pustakawan menyadari dan menghormati hak milik intelektual yang
berkaitan dengan bahan perpustakaan dan informasi.

4. Kewajiban Kepada Rekan Sejawat
Pustakawan memperlakukan rekan sekerja berdasarkan sikap saling
menghormati, dan bersikap adil kepada rekan sejawat serta berusaha
meningkatkan kesejahteraan mereka
5. Kewajiban Kepada Pribadi
a. Pustakawan menghindari diri dari menyalahgunakan fasilitas
perpustakaan untuk kepentingan pribadi, rekan kerja dan
pengguna tertentu.
b. Pustakawan dapat memisahkan antara kepentingan pribadi dan
kegiatan profesional kepustakawanan.
c. Pustakawan berusaha meningkatkan dan memperluas pengetahuan,
kemampuan diri dan profesionalisme.
BAB II
SANKSI
Pustakawan yang melanggar AD/ART IPI dan kode Etik Pustakawan Indonesia, dikenai sanksi sesuai pelanggaran dan dapat diajukan ke Dewan Kehormatan Ikatan Pustakawan Indonesia untuk keputusan lebih lanjut. Kode Etik ini berlaku 3 bulan setelah ditetapkan

PENGERTIAN PUSTAKAWAN


Profesi Pustakawan

Pustakawan ialah seseorang yang bekerja di perpustakaan dan membantu orang menemukan buku, majalah, dan informasi lain. Pada tahun 2000-an, pustakawan juga mulai membantu orang menemukan informasi menggunakan komputer, basis data elektronik, dan peralatan pencarian di internet. Terdapat berbagai jenis pustakawan, antara lain pustakawan anak, remaja, dewasa, sejarah, hukum, dsb. Pustakawan wanita disebut sebagai pustakawati.

Pendidikan

Untuk menjadi seorang pustakawan, seseorang perlu menempuh pendidikan tentang perpustakaan setingkat S2 maupun D2.

Pekerjaan

Kebanyakan pustakawan bekerja di perpustakaan yang ada di sekolah, perguruan tinggi, ataupun tingkat kota, provinsi, maupun negara. Beberapa pustakawan bekerja untuk perusahaan swasta untuk membantu mereka mengatur dokumen dan laporan. Terdapat pula pustakawan yang bekerja untuk orang tuli maupun di penjara .
Source